Selain film sejarah yang menceritakan kisah masa lalu, ada juga film yang mengisahkan tentang proyeksi masa depan. Salah satu film yang bergenre seperti itu adalah Tiga: Alif Lam Mim yang dirilis pada tahun 2015 lalu. Film garapan sutradara muda Anggy Umbara ini bahkan menjadi satu-satunya film yang indonesia yang begenre futuristik, yakni sebuah tatanan sosial politik Indonesia di tahun 2036. Film ini mendapat sambutan luas sebelum penayangan perdananya. Namun ternyata masa tayang di bioskop hanya singkat, membuat banyak orang menaruh kecurigaan film 3 sengaja dihambat karena mengganggu agenda kelompok kepentingan. Apalagi saat ditayangkan di televisi pertama kali oleh NET TV, banyak adegan penting yang dipotong setelah menjalani proses sensor. Terang saja lalu ini dikaitkan dengan kandungan film 3 yang menceritakan kondisi sosial politik di Indonesia pada 2036. Sebetulnya apa saja yang ditakutkan oleh beberapa kalangan itu dari film Tiga: Alif Lam Mim ini, simak uraian berikut ini.
Sosialisme dianggap menjadi anti-tesis dan lawan dari liberalisme. Sedangkan agama lebih mengakomodir keduanya dalam batas yang proporsional. Indonesia bukanlah bentuk murni dari ketiganya, namun semacam hybrid.
Secara implisit dalam dasar negara pancasila, ketiga paham diakomodir. Film Tiga ALif Lam Mim ini menjadi suatu warning bagi masyarakat Indonesia, ketika satu paham dominan dan merusak keseimbangan, maka paham yang lain akan tersingkir.
Liberisme ekstrim akan memenggal paham-paham yang membahayakan eksistensinya, mungkin sosialisme juga akan begitu. Berbeda dengan agama, terkhusus Islam yang memuat unsur liberalisme dan sosialime sekaligus.
Pada film Tiga yang mengisahkan Indonesia menjadi negara liberal di tahun 2036, ditampakkan kebengisan penguasa tanpa moral yang menghalalkan segala cara untuk membentuk tatanan liberal dan perdamaian semu. Itulah saat dimana liberalisme menjadi sangat radikal dan “teroris”.
Jika tahap awal sekulerisme hanya melarang agama untuk ikut campur kedalam urusan publik, pada tahap akhir seperti yang dikisahkan film 3, sekulerisme akan terang-terangan melarang semua ritual dan atribut agama baik di kehidupan publik maupun privat.
Agama dipinggirkan, dideskriditkan, dicitrakan sebagai sesuatu yang kuno. Sehingga hampir semua orang Indonesia di tahun 2036 akan meninggalkan ajaran agama.
Mereka lantang bicara HAM tentang penutupan gereja, namun diam seribu bahasa tentang masjid yang dibakar. Itulah paradoksnya liberal.
Dan film Alif Lam Mim ini menjadi pembenaran atas penyakit munafik liberalisme. Dalam film itu dikisahkan Indonesia sebagai negara liberal yang berdasarkan Hak Asasi Manusia.
Namun anehnya, HAM tidak berlaku bagi orang berjubah dan bergamis, mereka dilarang makan di tempat umum. Pondok pesantren direkayasa agar dituduh teroris. Bom diledakkan di tempat keramaian hanya untuk membentuk opini masyarakat.
Lalu apakah cerita film itu juga merepresentasikan dunia nyata? Sangat mungkin benar, melihat fenomena yang terjadi saat ini. Namun siapa aktor dibaliknya itu yang sulit diungkap.
Busyro Muqqodas, mantan ketua KPK dan ahli hukum UII, dalam penelitiannya dia berani mengungkap bahwa ada indikasi terorisme di Indonesia adalah settingan dari intelijen negara. Namun tentu saja kebenarannya masih misterius bagi kita.
Pada film Alif Lam Mim ini, ternyata negara yang sudah menganut liberalisme murni pun tak ubahnya seperti negara komunis dan fasis yang selalu ingin membuat rakyatnya tunduk pada kekuasaan.
Namun bedanya liberalisme tidak terang-terangan dan menjalankan misi pengaturan masyarakat itu dengan rahasia. Bahkan media masa juga dibungkam agar tidak sembarangan memberitakan kejanggalan pemerintah.
Agama akan terus bertahan, karena itu kepastian dari Tuhan yang tertuang dalam kitab suci, melalui tangan-tangan manusia yang menjaga ajaran tersebut.
User Kaskus : penj.ahat
0 komentar